Selama pembangunan kembali tembok Yerusalem, Nehemia menghadapi krisis di mana orang-orang miskin dieksploitasi oleh orang kaya melalui pinjaman tidak adil dan bunga tinggi. Eksploitasi ini menyebabkan banyak orang harus menggadaikan ladang, kebun anggur, dan rumah mereka, bahkan menjual anak-anak mereka sebagai budak untuk membayar utang. Nehemia, menyadari ketidakadilan ini, mengadakan pertemuan dengan para bangsawan dan pejabat, mendesak mereka untuk menghentikan praktik ini dan mengembalikan ladang, kebun anggur, kebun zaitun, dan rumah kepada pemilik yang sah. Mereka setuju dengan tuntutannya, berjanji untuk mengembalikan apa yang telah diambil dan menghentikan permintaan mereka. Penekanan Nehemia pada sumpah di hadapan para imam menekankan keseriusan komitmen mereka dan pentingnya integritas. Tindakan restitusi ini bukan hanya transaksi finansial, tetapi juga penyesuaian moral dan spiritual, mencerminkan nilai-nilai kasih sayang dan keadilan. Ini mengingatkan kita akan pentingnya pemimpin yang bersedia membela yang tertindas dan memastikan keadilan terwujud dalam masyarakat.
Kepemimpinan Nehemia menunjukkan kekuatan advokasi dan kebutuhan untuk mempertanggungjawabkan mereka yang berkuasa. Tindakannya mendorong persatuan dan kepercayaan dalam komunitas, menunjukkan bahwa kepemimpinan sejati tidak hanya meliputi pemenuhan kebutuhan fisik tetapi juga memelihara struktur spiritual dan moral masyarakat.