Di tengah gejolak politik, Yeremia disalahpahami dan dituduh secara tidak benar sebagai pembelot. Ketika ia berusaha meninggalkan Yerusalem, ia dihentikan di Pintu Gerbang Benjamin oleh Irijah, seorang kepala penjaga. Irijah menuduh Yeremia ingin berpihak kepada orang-orang Babilonia, mencerminkan kecurigaan dan ketakutan yang melanda saat pengepungan. Insiden ini menggambarkan tantangan yang sering dihadapi oleh para nabi dan pengikut setia ketika tindakan mereka disalahartikan. Pengalaman Yeremia adalah bukti dari kesulitan untuk tetap setia pada misi ilahi di tengah kesulitan dan kesalahpahaman.
Kisah Yeremia di Pintu Gerbang Benjamin mengingatkan kita bahwa mereka yang berkomitmen pada pekerjaan Tuhan mungkin menghadapi penolakan dan tuduhan yang tidak benar. Ini menyoroti pentingnya ketekunan dan kesetiaan, bahkan ketika niat seseorang dipertanyakan. Keteguhan Yeremia mendorong orang percaya untuk mempercayai tujuan Tuhan, mengetahui bahwa Dia melihat kebenaran hati dan tindakan mereka, bahkan ketika orang lain tidak. Narasi ini mengundang refleksi tentang bagaimana merespons kesalahpahaman dengan kasih dan integritas, mempercayai keadilan dan pembenaran Tuhan yang pada akhirnya akan datang.